Saturday, March 12, 2011

Teater abad 19


      Akibat Revolusi Industri, banyak perubahan yang terjadi di Eropa. Kota-kota dipenuhi oleh orang berada dan berpunya yang akhirnya ikut mempengaruhi gaya teaternya. Bentuk-bentuk baru teater diciptakan untuk pekerja industri seperti Vaudeville (aksi-aksi seperti rutinitas lagu dan tari), Berlesque (karya-karya drama yang membuat subyek nampak menggelikan), dan melodrama (melebih-lebihkan karakter dalam konflik –pahlawan vs penjahat). 

      Sandiwara-sandiwara romantis dan kebangkitan klasik dimainkan di gedung teater-teater yang megah dan Amerika Serikat masih mengandalkan gaya teater dan lakon Eropa. Di tahun 1820, lilin-lilin dan lampu-lampu minyak digantikan oleh lampu-lampu gas di gedung- gedung teater abad 19. Gedung Teater Savoy di London (1881) yang mementaskan drama- drama Shakespeare adalah gedung teater  pertama  yang panggungnya diterangi lampu  listrik.

    Pada abad 19 di Inggris sebuah  drama kloset atau naskah lakon yang sepenuhnya tidak dapat dipentaskan bermunculan. Tercatat nama-nama penulis drama kloset, seperti Wordswoth, Coleridge, Byron, Shelley, Swinburne, Browning, dan Tennyson. Baru pada akhir abad 19  teater di Inggris juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan munculnya Henry Arthur Jones, Sir Arthur Wing Pinero, dan Oscar Wilde. 
      Juga terlihat kebangkitan  pergerakan teater independen yang menjadi perintis pergerakan “Teater Kecil” yang  nanti di abad ke 20 tersebar luas, misalnyai Theatre LibreParis, Die Freie Buhne Berlin, independent Theater London dan Miss Horniman’s Theater Manchester yang mana Ibsen, Strindberg, Bjornson, Yeats, Shaw, Hauptmann dan Synge mulai dikenal masyarakat. Selama  akhir abad 19 di Jerman muncul dua penulis lakon kaliber  internasional yaitu Hauptmann dan Sudermann.

      Beberapa tokoh seperti seorang doktor Viennese, Arthur Schnitzler, dengan naskah lakon yang ringan dan menyenangkan berjudul Anatol. Sedangkan di Perancis, teater realistis dan klinis dirintis oleh Brieux, di Belgia ada Maeterlinck.  Di Paris, Cyrano de Bergerac, karya Edmond Rostand. Sementara itu di Italia Giacosa menulis lakon  terbaiknya yang banyak dikenal, As the Leaves, dan mengarang syair-syair untuk opera, La Boheme, Tosca, dan Madame Butterfly. Verga menulis In the Porter’s Lodge, The Fox Hunt, dan Cavalleria Rusticana, yang juga lebih dikenal melalui opera Muscagni;. 

Penulis lakon Italia abad 19 yang paling terkenal adalah, Gabriel d’Annunzio, Luigi Pirandello dan Sem Benelli dengan lakon berjudul  Supper of Jokes yang dikenal di Inggris dan Amerika sebagai The Jest. Bennelli  dengan lakon Love of the Three Kings-nya dikenal di luar Italia dalam bentuk opera. Di Spanyol Jose Echegaray menulis The World and His Wife; Jose Benavente dengan karyanya Passion Flower dan Bonds of Interest dipentaskan di Amerika; dan Sierra bersaudara dengan naskah lakon  Cradle Song menjadi penghubung   abad ke 19 dan 20, seperti halnya Shaw, Glasworthy, dan Barrie di Inggris, serta Lady Augusta Gregory dan W.B. Yeats di Irlandia.

      Sampai abad 19 teater di Amerika dikuasai oleh “Stock Company” dengan sistem bintang. Sebuah rombongan drama lengkap dengan peralatannya serta bintang-bintangnya mengadakan perjalanan keliling. Dengan dibangunnya jaringan kereta api Stock Company makin berkembang (1870). Namun akibatnya juga bahwa seni Teater tersebar luar di seluruh Amerika. Maka muncullah teater-teater lokal. Stock company lenyap sekitar tahun 1900. Sindikat teater berkuasa di Amerika dari tahun 1896-1915. Realisme menguasai panggung-panggung teater Amerika pada Abad 19. Usaha melukiskan kehidupan nyata secara teliti dan detail ini dimulai dengan pementasan-pementasan naskah-naskah sejarah. Setting dan kostum diusahakan sepersis mungkin dengan zaman cerita. Charles Kenble dalam memproduksi “king john” tahun 1823 (naskah Shakespeare) mengusahakan ketepatan sampai hal-hal yang detail.

      Zaman Realisme yang lahir pada penghujung abad 19 dapat dijadikan landas pacu lahirnya seni teater modern di barat. Penanda yang kuat adalah timbulnya gagasan untuk mementaskan lakon kehidupan di atas pentas dan menyajikannya seolah peristiwa itu terjadi secara nyata. Gagasan ini melahirkan konvensi baru dan mengubah konvensi lama yang lebih menampilkan seni teater sebagai sebuah pertunjukan yang memang dikhususkan untuk penonton. Tidak ada lagi pamer keindahan bentuk akting dan puitika kata-kata dalam Realisme. Semua ditampilkan apa adanya seperti sebuah kenyataan kehidupan.

      Gaya  Realisme menjadi gaya yang dipuja-puja di dunia barat, karena perkembangan realisme diiringi dengan perkembangan artistik panggung. Pementasan realisme telah membius penonton dengan pementasan yang menghadirkan kenyataan diatas panggung, cerita-ceritanya pun begitu mempengaruhi masyarakat.

No comments:

Post a Comment