Thursday, June 14, 2012

Pembacaan Puisi

Puisi dalam Musikalisasi
 
Dalam musikalisasi puisi tidak semua bait dan teks dilagukan, karena musikalisasi puisi tidak boleh merusak kodrat puisi. Puisi ditulis sebagai teks sastra bukan untuk lagu maka sudah sewajarnya kita tetap mendudukkan puisi pada tempatnya. karena puisi adalah puisi, dengan segala kekhasan yang dipunyainya.

Pembacaan puisi itu sesungguhnya sudah sangat mengandung unsur musik karena puisi dicipta dengan memperhatikan faktor irama. Unsur nada dan melodi dalam musikalisasi puisi dimaksudkan untuk memperkuat suasana dan karakter puisi. 
Adakalanya intonasi, modulasi dan jeda dalam pembacaan puisi justru akan hancur manakala dilagukan. Intonasi, modulasi dan jeda itu hanya menemukan kekuatannya saat dibacakan. Dalam satu bait puisi boleh jadi seorang pembaca puisi akan secara berganti-ganti memakai tekanan dinamik, tempo, dan nada secara bergantian. Jika hal itu diubah ke dalam melodi, justru akan terasa monoton. Suasana kontemplatif, sugestif, dan afektif justru terkendala dengan birama misalnya saat dilagukan.

Sedangkan tempo pada lagu terdapat pada satu konstruksi bait, yang ditentukan oleh kecepatan ketukan nada dalam tiap-tiap notasi. Bahkan pada keseluruhan lagu tersebut tempo sudah ditentukan lebih dahulu, misalnya dengan forte, piano forte, allegro, adagia dan sebagainya.

Irama pada lagu umumnya bersifat permanen dan telah ditentukan sebelumnya oleh pencipta lagu tersebut. Sedangkan irama, modulasi, dan jeda pada puisi dipengaruhi oleh dua hal, yaitu suasana konkret puisi dan ditentukan oleh interpretasi masing-masing pembaca.

Irama, modulasi, dan jeda adalah bagian dari kegiatan pembacaan puisi yang sulit untuk dilagukan. Jika pun dipaksa untuk dilagukan akan terjadi disharmoni irama lagu itu sendiri. Oleh karena itu, dalam kegiatan musikalisasi puisi, jika terdapat bait dan bagian-bagiannya yang memiliki karakter kuat untuk dibacakan, disarankan untuk tetap dibacakan, tidak perlu dilagukan. Untuk membangun kesan kuat cukup diberi dentingan piano, gesekan bola, atau sebagainya, pada bagian tersebut.

Belum lagi jika kita harus memperhatikan enjambemen dan tipografi dalam puisi. Enjambemen adalah pemenggalan baris dan hubungan antara baris. Pemenggalan baris ini pun memiliki makna tersendiri bagi penyair. Pembaca puisi adalah duta penyair untuk menyampaikan pesan kepada pendengar. Jika saat melagukan puisi persoalan enjambemen dirusak hanya untuk kepentingan melodi, tentu akan mengganggu pesan tersebut.

Pemakaian huruf, tanda baca, dan grafis penataan huruf-huruf merupakan tampilan visual dan segala yang menyangkut tipografi mengandung makna tertentu menurut si penyair. Jadi diharapkan musikalisasi puisi tidak merusak makna yang telah disampaikan penyair dalam bait-bait puisinya.

No comments:

Post a Comment