Saturday, April 30, 2011

Kenyataan teater di sekolah

Kebudayaan seni budaya di sekolah
Kebudayaan sebuah daerah ditandai dari apresiasi terhadap kebudayaan tersebut. 


Salah satu kebudayaan adalah seni pertunjukan, khususnya teater. Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat yang maju adalah masyarakat yang menghargai seni budaya. 



Maka, maraknya pertumbuhan teater sekolah, merupakan situasi yang sangat menggembirakan.



Sebagai institusi kolektif, yang di dalamnya terdapat individu-individu, serta dipengaruhi ruang, waktu, pemikiran dan perkembangan zaman, sanggar-sanggar tersebut menjalani sifatnya yang alamiah, yaitu proses. Sehingga, ada sanggar yang setelah sekali pementasan lalu kemudian mati suri, ada yang berkembang secara elegan, serta ada pula yang maju secara pesat.


Di sisi lain, pertumbuhan tersebut berdampak terhadap kuantitas dan kualitas penonton. Ternyata bukan hanya anak sekolah yang mengunjungi pertunjukan teater, keluarganya pun turut serta. Selain itu, terdapat pula anggota sanggar yang setelah menamatkan studi, melanjutkan sekolahnya pada perguruan tinggi-perguruan tinggi seni di Padangpanjang maupun di pulau Jawa.


Perkembangan positif sebagaimana digambarkan di atas, semoga tidak membuat pelaku-pelaku teater larut dalam utopia. Sebab, pembinaan teater tidak pernah mengenal kata “selesai”. Pencapaian yang ada sekarang, jelas merupakan akumulasi banyak faktor.


Sebut saja peran pemerintah, peran kepala sekolah dan guru, peran keluarga, masyarakat, media massa dan lain sebagainya, serta yang tak boleh dilupakan adalah peran dari insan-insan pelaku teater itu sendiri, yang ditunjukkan lewat performa, perilaku dan unjuk karya.


Dengan pemahaman seperti ini, komunikasi dan silaturahmi kepada semua pihak, terutama antarpelaku seni teater, mutlak terus dilakukan.
Muara dari upaya tersebut adalah percepatan serasi antara pertumbuhan komunitas-komunitas teater dan kemampuan khalayak luas selaku kumpulan individu masyarakat penonton dalam mencerap, baik keberadaan organisasi maupun hasil karya. pementasan.


Keseimbangan antara dua aspek tersebut adalah tumbuh berkembangnya kesadaran dalam masyarakat tentang arti penting teater dalam dinamika sosial, yang bukan hanya sebagai sarana penghibur semata, melainkan sekaligus sebagai media pendidikan.


Di sisi lain, teater juga tumbuh dengan kepekaan membaca kondisi sosial masyarakat membaca tanda-tanda zaman, untuk kemudian diendapkan dalam permenungan jujur dan mendalam yang selanjutnya diwujudkan dalam pementasan karya teater.


Dengan demikian, tidak hanya keterwakilan dan rasa memiliki yang ada dalam benak dan hati masyarakat penonton ketika menikmati pertunjukan, tetapi juga bahwa teater dalam arti keberadaan dan perbuatan, berperan vital dalam proses sosial. Reposisi terhadap kedudukan dan fungsi teater dalam masyarakat, sesegera mungkin harus dilakukan secara bijak.


Betapa tidak, stigma buruk yang melekat pada teater, ternyata masih terlacak pada benak orang banyak. Ambil contoh ungkapan: “Ah, itukan cuma sandiwara!” Lantas, ketika seseorang yang sukses dikerjai rekannya akan mengatakan: “Busyet, akting Ente bagus!”


Ketika tidak terima dengan keputusan pengadilan, pihak-pihak yang merasa dirugikan berteriak lantang: “Jangan jadikan sidang pengadilan yang terhormat ini sebagai panggung sandiwara!”


Ketika terjadi kasus nyata penculikan, orang akan mengatakan peristiwa tersebut sebagai : “Drama Penculikan”. Bahkan, terhadap fenomena aneh tapi nyata yang terjadi di Indonesia, yaitu tetap pedenya figur-figur pemimpin masa lalu membuat rumah politik alias partai politik, padahal yang bersangkutan nyata-nyata pernah tersangkut hukum, orang yang mengaku dirinya tidak gemar politik praktis pun bisa dengan enteng mengatakan : “Ah, itukan cuma sandiwara politik...”


Stigma buruk tersebut tampaknya harus dibuang jauh-jauh. Caranya, tidak lain dengan mengusung teater ke bangku sekolah. Wah, teater bisa sekolah? Tentu saja. Seni teater ini bisa dimasukkan ke dalam kurikulum.


Ada berupa paket pembelajaran yang bisa dilakukan. Di antaranya melalui kegiatan ekstrakurikuler ataupun pengembangan diri.


Ada pula langsung menjadi mata pelajaran sendiri, yakni Seni Budaya (Seni Teater). Bahkan, ada pula yang kedua-duanya, mata pelajaran dan ekstrakurikuler.
Oleh : Suyadi San, S.Pd., M.Si.

No comments:

Post a Comment