Malam Jahanam Teater Q Surabaya
Kita pasti sering dengar, paling tidak pernah dengar lagu dangdut dengan judul pagar makan tanaman atau teman makan teman. Tentu saja sebagian besar dari kita mengerti yang dimaksud lagu tersebut, yaitu tentang perselingkuhan, dan perselingkuhan itu dilakukan orang di dekat mereka.
Dalam lakon Malam Jahanam karya Motinggo Busye yang telah memenangi sayembara penulisan naskah drama tahun 1958. Hingga sekarang mungkin telah puluhan bahkan ratusan kali Lakon ini dipanggungkan. Tentu saja dengan berbagai gaya dan penafsiran komunitasnya masing-masing.
Paguyuban Teater Q IAIN Surabaya pun telah memanggungkan Malam Jahanam. Walaupun beberapa dilewatkan oleh mereka, tapi kita tetap patut berapresiasi karena semangat untuk tetap berproses hadir diantara mereka.
Ternyata Lakon tahun 1958 masih up to date sekarang. Karena perselingkuhan pun masih ada dan terus tumbuh seiring dengan semakin banyaknya manusia yang tidak mampu mengendalikan dirinya untuk melakukan tindakan melanggar nuraninya.
Soleyman dan Mat Kontan merupakan dua tokoh yang berseberangan, sebagai protagonis dan antagonis. Watak Soleyman yang pembual dan pengecut dan Mat Kontan yang Sombong dan Angkuh merupakan tampilan dari watak manusia yang selalu salah dan jatuh.
Soleyman yang berselingkuh dengan istri Mat Kontan berusaha menutupi aib tersebut, namun karena burung beo yang telah dibunuh Soleyman, terungkaplah aib tersebut.
Walau ketegangan secara psikologis atau perang dingin keduanya, yang karena watak keduanya ketegangan tetap membuat lakon ini patut ditonton.
Akan tetapi saya harus sampaikan bahwa drama realis ini belum ditampilkan secara 'realis' yang sebenarnya. Ini dapat dirasakan dari percakapan kedua tokoh yang terasa begitu panjang dan lamaaaa...
Perwatakan keduanya yang kurang bisa ditampakkan, entah itu dari rasa curiga atau permusuhan keduanya. Sehingga tempo permainan jadi lambat dan membosankan. Artinya, kemungkinan yang bisa saya simpulkan adalah belum matangnya perwatakan dan pendalaman karakter para pemainnya yang berimplikasi pada tempo permainan.
Untuk artistik, bagus apalagi didukung oleh suasana Surabaya saat itu yang hujan dan sering terdengar guntur di luar gedung pementasan.
Salam Budaya!
tetap semangat berproses!
pengen maen naskah ini,,,,,,
ReplyDelete