Menjadi sutradara?
Apakah menjadi sutradara mudah?
Mudah, gampang.. mungkin itu yang banyak terlintas bagi yang belum pernah merasakan menjadi sutradara.
Kerjanya hanya nyuruh-nyuruh, duduk dan melihat saja, malah kadang-kadang marah dan gak boleh dibantah. Enak kan?
Tetapi, apakah sebegitu gampang kah menjadi sutradara? Sutradara itulah jabatan yang sesungguhnya mengandung resiko dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Adakalanya, sutradara memberi perintah, memilih sesuatu sambil lalu, tanpa berpikir panjang. Apakah ini hanya pekerjaan yang 'sambil lalu'?
Sutradara memiliki visi artistik yang telah diasah atas pengalaman dan proses yang panjang sebagai aktor, sutradara bahkan sebagai tim pendukung pertunjukan lainnya.
Visi artistik adalah semacam daya yang muncul setelah diasah dan telah menjalani gagal dan berhasil. Dari berbagai gaya yang dimiliki sutradara ada 4 jenis "gaya" sutradara, yang jelas berkaitan dengan perangai dan watak manusia.
1. Sutradara Pemarah
Banyak yang mengikuti gaya jenis ini. Mungkin karena banyak pemahaman yang keliru tentang sutradara harus sering marah-marah. Marah adalah harus, begitulah katanya.
Gaya ini bisa dibenarkan asal marahnya memiliki alasan yang jelas. sekaligus juga dipikirkan jalan keluar dari apa yang menyebabkan terjadinya ledakan kemarahannya itu. Dan itulah yang disebut "kemarahan berdasar cinta". Karena kemarahan yang tanpa alasan atau karena egoisme belaka serta tanpa memberikan jalan keluar, adalah kemarahan yang tidak produktif.
Karena kemarahan yang seperti itu akan memberikan kerugian dobel. Kerugian pertama, dia kehilangan momen untuk dihargai dan kedua secara langsung mematikan daya inisiatif dan kreatif pemain.
Komunikasi biasanya sulit dilakukan oleh sutradara yang pemarah, para pendukung pertunjukan menjadi segan untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan sutradara karena takut jadi sasaran kemarahannya. Padahal kerja teater adalah kerja kolektif dan sutradara yang seperti ini akan kehilangan momen berharga baginya untuk belajar dan berproses dengan baik.
2. Sutradara Cerewet
Gaya ini juga banyak pengikutnya. Terkadang dia banyak menganggap para pekerjanya adalah orang-orang bodoh yang harus digiring seperti bebek dan wajib diberitahu hal-hal sampai detail.
Dia selalu curiga, jalan pikirannya rumit dan ruwet. Pekerjaan yang mudah jadi sulit, yang sederhana jadi ribet.
Sutradara seperti ini biasanya bekerja sendiri karena otoriter. Dia mendominasi semua sektor dan lini pekerjaan pertunjukan. sehingga para pekerjanya menjadi takut untuk berkembang. Dan pastinya sutradara seperti ini akan cepat capek.
Terkadang juga karena merasa dirinya lah yang memiliki andil paling besar. Sehingga perasaan narsistiknya sangat besar dan begitu menganggap selain dirinya kurang berperan dalam kesuksesan dan apabila gagal maka dia akan menyalahkan orang lain karena dirinya lah yang paling pintar.
Seharusnya kita meluruskan cara pandang menjadi sutradara. Menyutradarai bukan mencetak aktor tetapi mengasah daya kapabilitas sang aktor seperti, konsentrasi, observasi, imajinasi, improvisasi, dan pengembangan karakter pemain.
Sutradara hanya memberikan kunci, dan para pemain dan pekerjanya lah yang harus membukanya sendiri agar mereka dapat belajar untuk proses selanjutnya.
3. Sutradara Pendiam
...... (bersambung)
No comments:
Post a Comment