Sunday, April 10, 2011

Membentuk Konflik dalam Drama

Membentuk Konflik dalam Cerita
konflik remaja
      Konflik adalah hal penting bagi sebuah pertunjukan, terutama teater atau drama. 

      Dalam berbagai bentuk seni pertunjukan teater seperti pantomim, wayang, drama musikal, bahkan teatrikalisasi puisi sebuah konflik atau klimaks diperlukan sebagai cara agar penonton bisa tetap duduk menonton sampai usai pertunjukan. 

      Beberapa hal yang dapat membentuk konflik dalam cerita seperti watak dan karakter, motif dan plot. Dalam materi sebelumnya telah dijelaskan mengenai plot beserta anatomi dan berbagai bentuknya.

Saat ini akan dijelaskan mengenai watak dan karakter serta yang menguatkan sebuah konflik dalam cerita.

      Penokohan atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh bisa saja berwatak sabar, ramah, dan suka menolong. Sebaliknya, bisa saja tokoh lain berwatak pemberang, suka marah, dan sangat keji. 

      Karakter ini diciptakan penulis lakon untuk diwujudkan oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh itu. Agar dapat mewujudkannya, pemain harus memahami benar karakter yang dikehendaki penulis lakon drama. 

      Untuk itu, dia perlu menafsirkan, membanding-bandingkan,dan menyimpulkan watak tokoh yang akan diperankan, lalu mencoba-coba memerankannya. Hal ini harus dilakukan supaya penampilannya benar-benar seperti tokoh yang diperankan, persis seperti tokoh sesungguhnya.

      Pementasan lakon pada sebuah drama. Dalam meleburkan diri menjadi tokoh yang diperankannya, pemain dibantu oleh penata rias, penata busana, dan akting. Misalnya, jika tokoh yang diperankannya orang tua yang sabar, wajahnya dirias dengan garis-garis hitam yang mengesankan keriput, rambutnya ditebari bedak hingga tampak memutih. 

      Kalau tokoh itu orang desa yang sederhana, pakaiannya menyesuaikan, misalnya memakai kemeja agak lusuh, bersarung, bersandal, serta berkopiah. Gerakannya lambat-lambat dengan posisi badan agak membungkuk. 

      Demikian pula kalau sedang berbicara, harus diupayakan bicaranya pelan dan (kalau bisa) suaranya agak serak. Kalau perlu, kadang-kadang dibuat terbatuk-batuk. Unsur-unsur pendukung yang meliputi tata rias, tata busana, dan akting tidak bisa dipisahkan satu sama lain. 

      Semuanya saling mendukung untuk mewujudkan karakter tokoh seperti yang dikehendaki penulis lakon drama.

Rumusan peran yang ada dalam drama adalah sebagai berikut:
a. Peran Lion, yaitu tokoh yang dikategorikan sebagai pembawa ide (tokoh protagonis). Tokoh ini memperjuangkan sesuatu.

b. Tokoh Mars, yaitu tokoh yang menentang dan menghalang-halangi perjuangan peran Lion. Biasanya peran sama-sama ingin mendapatkan seperti apa yang diinginkan peran Lion.

c. Peran Sun, yaitu tokoh atau apapun yang menjadi sasaran perjuangan Lion dan Mars.

d. Peran Earth, yaitu tokoh atau apa yang menerima hasil perjuangan Lion atau Mars. Jika Lion berjuang untuk dirinya sendiri, ia sekaligus berperan sebagai Earth. Begitu pula dengan Mars, jika ia berjuang untuk dirinya sendiri, sekaligus Mars sebagai Earth.

e. Peran Scale, yaitu peran yang bertugas menghakimi, memutuskan, menengahi, atau juga menyelesaikan konflik dan permasalahan.

Dialog
      Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan para pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan plot lakon drama. 

      Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di balik dialog para pemain. 

      Karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh para pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik
dalam tahap-tahap plot lakon drama.

      Latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan. Karena semua adegan dilaksanakan di panggung, maka panggung harus bisa menggambarkan setting yang dikehendaki. 

      Panggung harus bisa menggambarkan tempat adegan itu terjadi: di ruang tamu, di rumah sakit, di tepi sungai, di kantin, atau di mana? Penataan panggung harus mengesankan waktu: zaman dahulu, zaman sekarang, tengah hari, senja, dini hari, atau kapan? Demikian pula unsur panggung harus diupayakan bisa menggambarkan suasana gembira, berkabung, hiruk pikuk, sepi mencekam, atau suasana-suasana lain. 

      Semua itu di­wujudkan dengan penataan panggung dan peralatan yang ada. Panggung dan peralatan biasanya amat terbatas. Sementara itu, penggambaran setting sering berubah-ubah hampir setiap adegan. Bagaimana caranya? Penata panggung yang mengatur itu semua. 

      Karena itu, penata panggung harus jeli dan pandai-pandai memanfaatkan dan mengatur peralatan yang terbatas itu untuk sedapat-dapatnya menggambarkan tempat, waktu, dan suasana seperti yang dikehendaki lakon drama.

No comments:

Post a Comment